Reporter:
Lisna Ratnasari
|
Editor:
Ilham Gunawan
Ilustrasi membaca berita. (Foto: Istimewa) |
prokompimindramayu.blogspot.com, Bandung - Minimnya minat masyarakat terhadap membaca, menyebabkan terjadinya kondisi kegagalan literasi.
Banyak di antara masyarakat yang hanya membaca judul berita saja, lalu dengan mudah mengatakan informasi tersebut tidak benar atau hoaks tanpa melewati proses pendalaman, yakni dengan membaca dan memahami isi dari berita tersebut.
Apalagi untuk sampai kepada tahapan meriset, menganalisis juga memverifikasi.
“Masyarakat yang mempunyai gadget, punya WhatsApp, telegram, aplikasi perpesanan dan media sosial ternyata tidak begitu suka membaca sebuah isi berita. Misalkan ada link berita mereka juga tidak mau membukanya, melainkan hanya 'melirik' judulnya saja,” kata Blonthank, salah satu blogger kenamaan Indonesia, yang juga mantan wartawan detikcom.
Selama ini, lanjut Blonthank, masih banyak masyarakat yang malas dan tidak mau mencoba mencari tahu isi sebuah informasi dengan seksama, apalagi mau membandingkan dengan berita lain yang beredar untuk mengetahui keabsahannya.
Menurutnya, ini akan semakin menjadi masalah ketika masyarakat tidak mempunyai kepekaan terhadap setiap informasi yang didapat. Kondisi ini, tambah Blonthank, menunjukkan bahwa literasi masyarakat masih sangat rendah.
“Kita juga tidak cukup peduli dengan yang terjadi di sekitar. Memberitahu saudara atau tetangga kita terkait informasi yang beredar tanpa membacanya,” ujarnya seperti dihimpun barakreportasecom, Senin (18/5/2020).
Padahal, informasi tersebut hanya didapat dari sekadar judul saja, tanpa lebih dahulu membaca isinya. Kondisi ini akan semakin parah jika terjadi pada masyarakat awam.
Meski demikian, Blonthank berharap agar masyarakat untuk lebih meningkatkan minatnya akan literasi, agar tidak dengan mudah terjebak di tengah maraknya informasi hoaks atau berita bohong.
Lanjutnya, termasuk di dalam memeriksa dan memastikan pihak yang bertanggung jawab atas terbitnya sebuah berita atau informasi yang masyarakat dapatkan.
Banyak di antara masyarakat yang hanya membaca judul berita saja, lalu dengan mudah mengatakan informasi tersebut tidak benar atau hoaks tanpa melewati proses pendalaman, yakni dengan membaca dan memahami isi dari berita tersebut.
Apalagi untuk sampai kepada tahapan meriset, menganalisis juga memverifikasi.
“Masyarakat yang mempunyai gadget, punya WhatsApp, telegram, aplikasi perpesanan dan media sosial ternyata tidak begitu suka membaca sebuah isi berita. Misalkan ada link berita mereka juga tidak mau membukanya, melainkan hanya 'melirik' judulnya saja,” kata Blonthank, salah satu blogger kenamaan Indonesia, yang juga mantan wartawan detikcom.
Selama ini, lanjut Blonthank, masih banyak masyarakat yang malas dan tidak mau mencoba mencari tahu isi sebuah informasi dengan seksama, apalagi mau membandingkan dengan berita lain yang beredar untuk mengetahui keabsahannya.
Menurutnya, ini akan semakin menjadi masalah ketika masyarakat tidak mempunyai kepekaan terhadap setiap informasi yang didapat. Kondisi ini, tambah Blonthank, menunjukkan bahwa literasi masyarakat masih sangat rendah.
“Kita juga tidak cukup peduli dengan yang terjadi di sekitar. Memberitahu saudara atau tetangga kita terkait informasi yang beredar tanpa membacanya,” ujarnya seperti dihimpun barakreportasecom, Senin (18/5/2020).
Padahal, informasi tersebut hanya didapat dari sekadar judul saja, tanpa lebih dahulu membaca isinya. Kondisi ini akan semakin parah jika terjadi pada masyarakat awam.
Meski demikian, Blonthank berharap agar masyarakat untuk lebih meningkatkan minatnya akan literasi, agar tidak dengan mudah terjebak di tengah maraknya informasi hoaks atau berita bohong.
Lanjutnya, termasuk di dalam memeriksa dan memastikan pihak yang bertanggung jawab atas terbitnya sebuah berita atau informasi yang masyarakat dapatkan.
Dapatkan berita terbaru terkini dan viral 2024, trending terbaru, serta terpopuler hari ini dari media online wiralodra.info melalui platform Google News.