KH. Maman Imanul Haq |
Oleh. : H. Adlan Daie
Wakil Sekretaris NU Jawa Barat (2010-2021).
Tidak sulit dan bukan hal baru mengkonstruksi gestur dan pandangan politik KH. Maman Imanul Haq dalam konteks representasi wajah moderat politik NU sebagaimana pesan yang hendak disampaikan judul tulisan singkat ini.
Tapi mereview ulang dan selalu menyuarakan pandangan KH. Maman tentang wajah moderat politik NU di atas sungguh penting dalam mengarus utamakan narasi narasi moderat politik NU di ruang ruang publik agar NU sebagai "jam'iyah" tetap dalam khittahnya menjadi "tenda besar" di tengah keberagaman warna politik dan mencegah kemungkinan kontestasi politik ditarik ke "kiri" atau ke "kanan" secara ekstrim yang menyebabkan pembelahan dan polarisasi sosial yang akut.
KH. Maman, demikian biasa dipanggil, adalah anggota komisi VIII fraksi PKB DPR Ri, lahir dan tumbuh dalam tradisi pesantren yang kuat dengan khazanah keilmuan dan cara pandang model "kitab kuning", yakni literatur keagamaan khas pesantren NU yang mengajarkan prinsip dan nilai moderasi Islam dengan pendekatan methodelogis "ushul fiqih" ala pesantren NU yang "lentur" dan adaptif. Gusdur memperkenalkan "ushul fiqih" pesantren Ini dengan istilah "legal maxim" untuk kalangan luar NU sebagaimana sering ditulisnya di jurnal "Prisma" (1980).
Dalam konstruksi di atas beliau sebagai pengasuh pesantren Al Mizan Jatiwangi Majalengka Jawa Barat bukan sekedar "santri" dalam pengertian Clifford Gerzt yang berkonotasi "fully" politis dan dikontraskan dengan varian sosial "abangan" dan "priyayi" melainkan secara determinan adalah "santri" dalam konstruksi pemahaman Dr. Zamakhsyari Dhofir dalam bukunya "Tradisi Pesantren" bahwa santri adalah elemen penting dari bangunan kultural dan cara pandang moderat pesantren NU.
Rekam jejak keilmuannya di atas membentuknya di kemudian hari menjadi figur dan tokoh nasional yang "tawashut, tasamuh, tawazun" (moderat, toleran dan berimbang) baik basis pemikiran, cara pandang dan aktualisasi peran perannya secara sosial politik yang lintas segmentasi agama, suku, ras dan golongan (SARA).
Cara pandang KH. Maman tentang wajah moderat politik NU di atas penting disuarakan kembali di ruang ruang publik hari ini seiring makin mendekatnya kontestasi pilpres 2024 yang menurut Dr. Tamrin Amal Tagola, dosen sosiologi pasca sarjana Universitas indonesia (UI) potensial menjadi pertarungan ideologis kelompok "nasionalis sekuler" berhadap hadapan secara "head to head" dengan kelompok "Islam politik", saling meniadakan secara ekstrim satu sama lain.
Dalam konteks ini penting meletakkan posisi NU sebagai "arah kiblat bangsa" atau jangkar "politik kebangsaan". Kekuatan besar NU harus dihindarkan menjadi semacam relawan politik praktis "musiman" kecuali dalam konteks kolaborasi taktis dengan beragam "warna politik" secara berimbang. Di sinilah pentingnya juru bicara juru bicara NU yang fasih menarasikan wajah moderat politik NU yang selama ini sering diperankan KH. Maman di ruang ruang publik.
Pertanyaannya mengutip pandangan Martin Van Bruenisien bahwa politik adalah "area bermain"nya NU apakah NU akan tergoda kembali pada "pesona" area bermain politik praktis kelak jelang makin mendekatnya kontestasi pilpres 2024 dan pandangan KH. Maman tentang wajah moderat politik NU akan terpinggirkan ?
Jawabannya "Wallahu a'lam bish showab". Mari kita tunggu secara seksama tapi tidak perlu dalam tempo sesingkat singkat nya.
Wassalam.
Dapatkan berita terbaru terkini dan viral 2024, trending terbaru, serta terpopuler hari ini dari media online wiralodra.info melalui platform Google News.