Arsitektur Khas Tionghoa, Masjid Lautze 2 Bandung Potret Akulturasi di Tatar Sunda
Berdiri kokoh sebuah masjid dengan arsitektur yang unik di pusat kota Bandung, Jawa Barat. Berbeda dari masjid pada umumnya
Bandung, NU Online - Berdiri kokoh sebuah masjid dengan arsitektur yang unik di pusat kota Bandung, Jawa Barat. Berbeda dari masjid pada umumnya, masjid yang satu ini memiliki desain bangunan yang kental dengan arsitektur khas Tionghoa.
Adalah Masjid Lautze 2 di Jalan Tamblong Nomor 27, Kota Bandung yang mencuri perhatian setiap pasang mata yang melihatnya. Masjid yang berada di area pertokoan ini sekilas tak tampak seperti masjid pada umumnya. Di bagian depan masjid, corak budaya Tionghoa begitu lekat dengan hiasan lampion merah berderet rapi menyambut para jamaah. Partisi khas ornamen Tionghoa berwarna merah dan kuning juga melengkapi area bagian pintu masuk.
Ditemui langsung di lokasi, Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Lautze 2 Bandung Rahmat Nugraha menjelaskan sejarah Masjid Lautze 2 Bandung dimulai pada tanggal 12 Januari 1997, ketika Yayasan Haji Abdul Karim Oei Tjeng Hien atau Yayasan Haji Karim Oei (YHKO) menyewa sebuah ruko di Jalan Tamblong Nomor 27.
Masjid ini menjadi kiblat bagi teman-teman dari etnis Tionghoa yang ingin dan sedang mempelajari Islam. Sejarah ini terkait erat dengan Masjid Lautze 1 di Jakarta, yang didirikan pada tahun 1991 oleh Yayasan Haji Karim Oei.
“Kami berkiblat atau dari Jakarta yaitu Masjid Lautze 1 Jakarta di mana sejarahnya tahun 1991 Yayasan Haji Karim Oei ingin mewadahi teman-teman kita yang merupakan keturunan baik yang sedang belajar Islam ataupun yang ingin belajar tentang agama Islam,” kata dia kepada NU Online Kamis (21/12/2023).
Seiring berjalannya waktu, Masjid Lautze 2 Bandung mengalami berbagai perkembangan signifikan. Pada tahun 2017, dengan adanya kepengurusan baru, terutama dengan kepemimpinan Rahmat sebagai Ketua DKM, terjadi transformasi yang luar biasa.
Sejak pendiriannya di tahun 1997 hingga 2016, masjid ini beroperasi dengan waktu yang sangat terbatas. Masjid terbuka di waktu shalat dzuhur dan ashar. Namun, di tahun 2017 masjid yang awalnya berukuran 6x9 meter itu terbuka 24 jam sehari.
“Para pengurus ingin menjadikan masjid ini seperti masjid yang lain, yang buka 24 jam, makanya tahun 2017 kami membuka masjid ini selebar-lebarnya,” jelas Rahmat.
Kemajuan ini didorong oleh semangat untuk menjadikan Masjid Lautze 2 mirip dengan masjid-masjid lain yang menjadi pusat aktivitas ibadah sepanjang waktu. Sebuah langkah besar terjadi ketika yayasan memutuskan untuk membeli beberapa gedung di sekitar nomor 25, dengan dukungan sumbangan wakaf dari berbagai kalangan, termasuk dari non-Muslim.
“Masjid Lautze 2 Bandung Jalan Tamblong Nomor 25, 27, 29, dan 31,” ujar dia.
“Seiringan dengan berjalannya waktu, yayasan membeli gedung yang ada di nomor 25 ini. Selama 16 tahun, Masjid Lautze 2 Bandung hanya ada 1 unit, kemudian kita beli di 2017-2018, kemudian kita beli juga di 2019,” imbuh dia.
Keterbukaan dan keberagaman
Satu hal yang membuat Masjid Lautze 2 unik adalah keterbukaannya terhadap keberagaman. Terletak lokasi yang strategis di pusat kota Bandung, masjid ini tidak memandang suku, ras, atau agama. Selain menerima wakaf dari kalangan Muslim, mereka juga menerima sumbangan dari kalangan non-Muslim, seperti Yayasan Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), dan lainnya.
Selain itu, keberagaman juga tercermin dalam arsitektur bangunan, yang merupakan perpaduan antara gaya Timur Tengah dan Tiongkok. Ornamen bangunan didominasi warna merah dan kuning.
Rahmat menjelaskan, warna merah dan kuning yang mendominasi ornamen Masjid Lautze 2 tidak sekadar kebetulan. Ini adalah hasil perpaduan sengaja antara arsitektur Timur Tengah dan Tiongkok. Ornamen yang terinspirasi dari dua kebudayaan ini memberikan daya tarik estetika yang unik dan menggambarkan akulturasi yang harmonis.
Ketika mendesain masjid dengan sentuhan budaya Tionghoa, Rahmat mengakui keinginan teman-teman yang berkewarganegaraan Tionghoa yang hendak hijrah adalah mereka tidak serta merta ingin meninggalkan adat budaya mereka. Oleh karena itu, segala sesuatu yang berkaitan dengan adat, bukan budaya, dianggap sebagai elemen yang meramaikan tanpa menghalangi prinsip keagamaan.
Sebagai contoh, penggunaan lampion di luar masjid menjadi bukti bahwa keberagaman budaya dihormati dan diterima. Pertanyaan apakah lampion ini bersifat budaya atau spiritual dijawab dengan jelas: ini adalah bagian dari warisan budaya dan tidak memiliki kaitan dengan unsur kepercayaan atau akidah. Pemahaman bahwa setiap agama dihormati dan bahwa perbedaan budaya dapat bersatu dalam kebersamaan adalah nilai inti dari pendekatan yang diterapkan di Masjid Lautze 2.
Dalam perkembangannya, Masjid Lautze 2 berhasil membeli beberapa gedung di sekitarnya, dengan dukungan wakaf dan sumbangan dari berbagai kalangan, termasuk non-Muslim. Rahmat mengatakan bahwa Masjid Lautze 2 Bandung, sudah termasuk dalam kategori cagar budaya. Meskipun sudah menjadi cagar budaya, masjid ini tetap terbuka untuk diperluas, sehingga dapat menampung lebih banyak jamaah.
“Masjid Lautze 2 Bandung ini sudah termasuk cagar budaya, heritage yang tidak bisa ditingkatkan hanya bisa diperluas, diperlebar,” ucap dia.
Rahmat menuturkan, masjid tersebut memiliki kapasitas yang mampu menampung sekitar 100 jamaah pada hari-hari biasa dan sekitar 800 jamaah di hari Jumat.
Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial. Selama bulan Ramadhan, masjid ini menjadi tuan rumah acara buka bersama yang melibatkan berbagai macam komunitas.
Mualaf care
Salah satu kegiatan unggulan Masjid Lautze 2 adalah program Mualaf Care. Sejak tahun 2017 hingga Desember 2023, Masjid Lautze 2 berhasil membina lebih dari 259 saudara mualaf. Rahmat menutur, Masjid Lautze 2 memberikan pembinaan intensif kepada saudara mualaf setiap pekannya.
“Tahun 2017 ada 28 orang, 2018 ada 32, 2019 ada 48, memasuki era Covid 2020-2021 ada 31 orang. Kemudian tahun 2022 ada 40, hari ini tahun 2023 pas kemarin 19 Desember 2023 itu sudah ada 48. Jadi menyamai waktu tahun 2019. Totalnya ada 258,” paparnya.
“Insyaallah hari Jumat 29 Desember ada saudara kita yang mau mengucap ikrar syahadat. Kalau jadi, berarti genap 259 untuk tahun ini,” sambung dia.
Selain itu, pihaknya bahkan mengadakan pembinaan dasar selama 1 hingga 3 bulan kepada calon mualaf. Pada periode tersebut, Rahmat menjelaskan bahwa pihaknya akan memberikan pembelajaran seputar Islam mulai dari praktik ibadah hingga pemahaman akan nilai-nilai Islam.
“Kita memberikan pembinaan 1-3 bulan sesuai dengan yang bersangkutan, kita mengajarkan bagaimana berwudhu, shalat, ketika sudah cukup bagus, kita sampaikan bahwa Islam itu rahmatan lil alamin, Islam penuh cinta dan kasih sayang,” katanya.
Selain pembinaan mualaf, Masjid Lautze 2 juga menjadi pusat pendidikan dan kegiatan kultural. Mereka menyelenggarakan kajian Tadabbur Al-Qur’an, pembinaan pra dan tahsin, serta kajian akidah.
Daya tarik bagi wisatawan
Pepita, seorang remaja berusia 19 tahun asal Surabaya, Jawa Timur mengakui keunikan Masjid Lautze 2 membawanya datang untuk beribadah di tempat tersebut. Arsitektur bangunan khas Tionghoa pada masjid menjadi daya tarik tersendiri.
"Saya pertama kali melihat kamar mandinya. Alhamdulillah, bersih banget dan nyaman. Cuma mungkin agak bising karena di sebelah jalan raya dan banyak berlalu-lalang mobil dan motor, jadi mungkin agak bising sedikit," ujar Pepita.
Pengalaman Pepita di Masjid Lautze 2 tidak hanya sebatas pada kebersihan dan kenyamanan fasilitas, tetapi juga terkait dengan keunikan masjid tersebut. Pepita menyatakan kagum dengan kesan yang muncul karena masjid ini menjadi tempat gabungan dari berbagai latar belakang agama.
"Unik banget, karena pertama kali ini melihat gabungan dari agama lain dan agama sini. Kayak wow, sungguh unik," lanjutnya.
Ia menilai hal tersebut menjadi cermin dari bagaimana masjid ini berhasil menciptakan atmosfer yang ramah dan terbuka bagi semua orang. Keberagaman dan toleransi yang diterapkan di masjid ini membuat jamaah merasa diterima dan berkesan dalam setiap kunjungannya.
Masjid Lautze 2 Bandung bukan hanya sentra ibadah, tetapi juga simbol keberagaman dan pendidikan. Masjid ini mampu mengakomodasi perbedaan dan memberikan kontribusi positif pada masyarakat sekitar.
Editor: Muhammad Syakir NF
Penulis: Nuriel Shiami Indiraphasa
Sumber: https://nu.or.id/nasional/arsitektur-khas-tionghoa-masjid-lautze-2-bandung-potret-akulturasi-di-tatar-sunda-205jE
Dapatkan berita terbaru terkini dan viral 2024, trending terbaru, serta terpopuler hari ini dari media online wiralodra.info melalui platform Google News.