Notification

×

Iklan

Tag Terpopuler

Kisah Asal Nama Kota Indramayu

Jumat, 24 Mei 2024 | Mei 24, 2024 WIB Last Updated 2024-05-25T05:09:05Z
    Share
Kisah Asal Nama Kota Indramayu

Cerita Asal Nama Kota Indramayu Versi Cerita Rakyat

Hikayat yang beredar dari mulut ke mulut menuturkan, alkisah Raden Wiralodra, putra ketiga Tumenggung Gagak Singalodra yang bermukim di daerah Banyuurip, Bagelen, Jawa Tengah, terpanggil untuk mencari dan mengembangkan wilayah di sekitar Sungai Cimanuk.

Di bawah kepemimpinan Wiralodra, wilayah itu berkembang pesat. Karena itu, ia ingin memperluas wilayahnya hingga ke Sumedang.

Dengan kesaktiannya, Wiralodra lalu mengubah dirinya menjadi seorang perempuan sangat cantik bernama Nyi Endang Dharma Ayu.

Sebagai mas kawin, Adipati Sumedang bersedia memenuhi segala permintaan Nyi Darma Ayu yang meminta sebidang tanah seluas kulit kerbau.

Ketika digelar, kulit itu membentang luas dari Begelen ke Sumedang. Setelah pernikahan, Nyi Darma Ayu kembali menjadi laki-laki.

Nama Endang Dharma Ayu lalu menjadi asal nama Indramayu. Hingga saat ini masyarakat setempat masih percaya pada hikayat tersebut. Konsekuensinya, mereka menggunakan pesona kecantikan untuk memperbaiki nasib.

Cerita Asal Nama Kota Indramayu Versi Pemerintah Kabupaten Indramayu

Pendiri Indramayu Di daerah Bagelen Jawa Tengah yaitu di Banyu Urip tinggallah seorang Tumenggung Bernama Gagak Singalodra mempunyai lima orang putra, yaitu Raden Wangsanegara, Raden Ayu Wangsayuda, Raden Bagus Arya Wiralodra, Raden Bagus Tanujaya dan Raden Bagus Tanujiwa.

Raden Bagus Wiralodra Putra ketiga yang berjiwa besar dan bercita-cita luhur, ia ingin membangun suatu Negara untuk diwariskan kelak kepada anak cucunya dengan tempat tinggal yang makmur dan sejahtera rakyatnya.

Raden Wiralodra menjalankan tapa brata di perbukitan Melayu di Gunung Sumbing. Setelah tiga tahun, ia mendapat wangsit yang berbunyi “ Raden Arya Wiralodra, apabila engkau ingin berbahagia serta keturunanmu dikemudian hari, pergilau merantau ke arah matahari terbenam dan carilah lembah Sungai Cimanuk. 

Manakala engkau tiba di sana, berhentilah dan tebanglah hutan belukar secukupnya untuk mendirikan sebuah pendukuhan dan menetaplah di sana.

Setelah mendapatkan wangsit, Raden Arya Wiralodra kembali ke Banyu Urip dan menyampaikan wangsit kepada Ayahandanya, Raden Gagak Singalodra.

Raden Gagak Singalodra berkata, “ Hai Anakku Wiralodra betapapun berat hati ayah melepaskanmu untuk mencari Sungai Cimanuk, ayah menghargai cita-citamu yang begitu mulia, berhati-hatilah hidup dirantau orang, bawalah Tinggil untuk menyertai perjalananmu.”

Diceritakan bahwa perjalanan Raden Wiralodra dan KiTinggil memakan waktu 3 tahun. Ia pun terus berjalan menuju arah matahari tenggelam.

Akhirnya suatu senja, sampai di sebuah sungai yang amat besar, betapa sukaria hatinya karena disangka sungai itu adalah Sungai Cimanuk yang sedang dicarinya.

Berkata Raden Wiralodra pada Ki Tinggil, “ Rupanya inilah Sungai Cimanuk yang sedang kita cari.”Ki Tinggil menjawab, “Hamba pikir lebih baik ambil istirahat sampai besok pagi.”

Pada keesokan paginya ada seorang kakek yang memperhatikan Raden Wiralodra dan Ki Tinggil yang tertidur lelap, kakek itu mendekati lalu berkata “Hai kisanak, siapakah kalian bedua? Kenapa tidur di situ?”

Ki Tinggil dan Raden Wiralodra terkejut melihat kakek yang tiba-tiba ada di hadapannya lalu Raden Wiralodra menjawab, “kek kami tertidur dan perlu kakek ketahui bahwa Saya Raden Wiralodra dan Ki Tinggil. Kami dari Banyu Urip”

Lalu Raden Wiralodra menceritakan perjalanannya hingga tiba di pinggir sungai besar. Kemudian Raden Wiralodra bertanya sambil menatap wajah kakek tersebut.“kek, apakah ini Sungai Cimanuk yang selama ini saya cari?” Kakek menjawab, “Kasihan cucu-cucuku, sungai yang kalian cari sudah jauh terlewat. Perlu cucu ketahui, Sungai besar ini adalah Sungai Citarum.”

Belum hilang rasa penasaran tentang sungai tersebut, kakek yang tadi di hadapan Raden Wiralodra menghilang dan Raden Wiralodra menyesal tidak sempat menanyakan siapa kakek itu.

Kemudian terdengar suara tanpa wujud berkata, “Hai cucuku kembalilah ke arah matahari terbit, sebab sungai yang engkau cari berada di sana.”

Maka Raden Wiralodra dan Ki Tinggil melanjutkan perjalanan ke arah matahari terbit berjalan menuju ke timur.

Setelah lama berjalan menelusuri hutan, Raden Wiralodra menemukan sebuah sungai, namun beliau mendapat petunjuk kyai Malih Warna yang tak lain adalah Mbah Buyut Sidum yang selalu menyertai perjalanan Raden Wiralodra tanpa sepengetahuannya, bahwa sungai di depannya adalah bukan Sungai Ciamanuk, melainkan Sungai Cipunegara.

Menurut petunjuk, mereka harus menyebrangi sungai itu dan kembali ke arah timur. Kelak apabila menemukan kijang berbulu emas dan bermata intan maka kijang itu harus dikejar.

Raden Wiralodra pun melanjutkan perjalanan ke arah timur dengan berpedoman pada matahari terbit. Setelah melewati berbagai rintangan dan godaan, di tengah hutan yang mereka lewati, Raden Wiralodra melihat kijang berbulu emas dan bermata bagai intan.

Maka dikejarlah kijang itu. Tetapi kijang itu menghilang di tepi sungai yang sangat deras. Ternyata sungai itu adalah Sungai Cimanuk. Selanjutnya Raden Wiralodra membuka hutan sebelah barat Cimanuk tersebut dan menjadikan sebuah pedukuhan yang cukup luas.

Pada suatu hari saat Raden Wiralodra pulang ke Bagelen untuk melaporkan keberhasilannya membangun sebuah pedukuhan kepada ayahandanya, datanglah seorang wanita cantik bernama Nyi Endang Dharma ke padukuhan tersebut.

Ia turut serta membangun padukuhan itu. Akan tetapi terjadi perselisihan paham dengan datangnya Pangeran Guru beserta 24 orang muridnya.

Perang tandingpun tak terelakan. Berakhir dengan tewasnya Pangeran Guru beserta 24 orang muridnya. Melihat kejadian itu, Ki Tinggil melaporkan kepada Raden Wiralodra di Bagelen.

Raden Wiralodra pun kembali ke Dharma, Raden Wiralodra tertarik hatinya dan ingin menguji kesaktian Nyi Endang Dharma.

Keduanya pun mengadu kesaktian. Merasa terdesak, Nyi Endang Dharma mundur dan berkata : “Raden, dengan ini izinkan Hamba meninggalkan Tuan.

Hanya pesan Hamba harap diterima, nama hamba jangan dilupakan. Karena Dukuh Cimanuk ini kita bangun bersama-sama. Raden yang membabad Hamba yang mengisi”. Dan sejak itu Nyai Endang Dharma tidak menampakan diri lagi.

Pada suatu hari yang baik, yaitu hari Jum'at Kliwon 1 Sura 1577 Tahun Saka, bertepatan dengan 1 Muharram 934 Hijriyah atau 7 Oktober 1527, Dukuh Cimanuk diresmikan menjadi sebuah Negara Dharma Ayu, dengan Bupatinya adalah Raden Bagus Wiralodra bergelar Arya Wiralodra (Wiralodra I).

Arya Wiralodra meramalkan kejayaan Negara Dharma Ayu dengan membuat sebuah manuskrip yang berbunyi : “NANGING BENJANG ALLAH NYUKANI KARAHMATAN KANG LINUWIH, DHARMA AYU MULIH HARJA TAN ANA SAWIJI-WIJI. PERTELANE, YEN WONTEN TAKSAKA NYABRANG KALI CIMANUK, SUMUR KEJAYAAN DERES MILIH. DLUPAK MURUB TANPA PATRA, SEDAYA PAN MUKTI MALIH. SOMAHAN KLAYAN PRAJURIT ROWANG KALIAN PRIYAGUNG. SAMYA TENTREM ATINYA, SEDAYA HARJA TUMULIH, ING SAKEHING NEGARA RAHARJA.”

Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai berikut : “Akan tetapi Allah melimpahkan rahmat-Nya yang melimpah, Dharma Ayu kembali makmur, tak ada suatu hambatan. Tandanya jika ada ular menyebrangi Sungai Cimanuk, sumur kejayaan mengalir deras, lampu menyala tanpa minyak. Semuanya hidup makmur, bekerja sama dengan tentara membantu penguasa. Semuanya hidup dengan aman dan tentram, gemah ripah loh jinawi, seluruh Negara hidup makmur.

Ramalan tersebut menjadi kenyataan. Di Indramayu terdapat sumur minyak, gas dan kilang, pemimpin, TNI, POLRI bersatu bersama rakyat membangun Indramayu.

sumber versi: indramayukab.go.id




Dapatkan berita terbaru terkini dan viral 2024, trending terbaru, serta terpopuler hari ini dari media online wiralodra.info melalui platform Google News.